Rabu, 27 Maret 2013

MENERIMA PEMBOHONG DALAM HIDUP

Hidup selalu diwarnai dengan berbagai pengalaman unik yang terkadang menggelitik hati untuk membuat kita tertawa, terkadang menusuk hati membuat kita "kebocoran" emosi. Kali ini saya akan mencoba share tentang pengalaman dalam menerima pembohong menjadi bagian perjalanan hidup saya.
Sudah lebih dari 10 kali saya dibohongi oleh seseorang yang sebenarnya memiliki potensi bagus, bahkan sangat bagus sekali. Namun, kebohongannya itu hanya sekali membuat saya merasa tertipu, kenapa? Karena saya bisa menerima kebohongannya menjadi bagian yang hadir dalam perjalanan hidup saya, dan begitu dia berbohong lagi saya sudah tidak merasa tertipu.
Saya termasuk orang yang selalu memberikan kesempatan pada pembohong memperbaiki kesalahannya, untuk tidak diulangi. Namun ketika diulang, saya menutup pintu kesempatan untuknya, tetapi pembohong tidak akan saya campakkan dalam kehidupan saya, apalagi pembohong dengan potensi tinggi, sekali dia sadar dan memperbaiki diri, sungguh akan menjadi teman yang hebat.
Lalu, bagaimana caranya supaya saya dapat menerima mereka? Langkah pertama adalah saya akan memberikan dan memunculkan ekspresi / sikap tidak menyukai bohong yang dilakukannya, dan si pembohong harus mengetahui bahwa saya mengetahui kebohongannya tapi tetap bisa menghormati pribadi si pembohong tersebut.
Kedua, saya selalu intropeksi diri, menyadari terkadang saya "berbohong" juga pada diri sendiri, misalnya menolak ajakan makan dengan memberikan alasan sudah kenyang, padahal perut sudah lapar, dan lain sebagainya. Saya akan menyadari bahwa bibit bohong ada dalam diri saya, dan saya akan mengenyahkan bibit-bibit tersebut. Jadi, orang yang berbohong  menjadi motivator saya untuk lebih memperbaiki diri.
Ketiga, saat pembohong sudah dua kali membohongi saya, maka sedikitkanlah kesempatan pembohong tersebut untuk menerima kepercayaan dari saya. Kuantitas kepercayaan ini boleh ditambahkan seiring dengan  perubahan sifat si pembohong tadi. Sulit memang mengukur perubahannya, namun ketika sudah terbiasa menerima orang dengan sifat-sifat tersebut, akan semakin terbaca pola perubahannya.
Saya tidak pernah menerapkan teori siapapun, namun ini terbukti pada diri saya, saya menjadi memiliki rentang toleransi yang luas untuk tidak meluapkan emosi saat menghadapi pembohong dari kelas teri sampai pembohong kelas kakap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar